Senin, 07 Desember 2009

Biologi Nematosit Karang Porites

Analisis histologis terhadap jaringan lunak karang keras Genus Porites menunjukkan bahwa diantara susunan sel-sel pembentuk jaringan juga ditemukan sel-sel penyengat atau disebut dengan nematosit yang merupakan ciri khas dari kelompok Cnidaria. Seacara histologis nematosit berbentuk bulat lonjong dibagian luar dibungkus kapsul tipis dan dibagian dalam terlihat adanya gambaran benang yang terlilit seperti gambaran pegas. Gambaran ini dikenal sebagai benang toksin yang melingkar rapat dan kuat pada batang kapsul. Pada bagian tengah lilitan benang toksin dapat ditemukan adanya gambaran pipa yang didalamnya terdapat duri ramping yang menonjol keluar. Berdasar gambaran histologis yang ada pola kerja dari jarum beracun.

Tahapan penggunaan duri beracun dari sel nematosit diawali dengan benang-benang racun yang melingkar dan menutupi ujung duri racun (barbs). Ketika mangsa tertangkap dengan tentakel polip, maka sel nematosit di stimulasi. Hal ini disebabkan penutup jaringan yang menutupi nematosit (operculum) membuka. Selanjutnya operculum yang terbuka, dengan cepat gulungan benang memunculkan duri racun (barbs) keluar ke arah permukaan dari lubang yang sebelumnya tertutup operculum. Sehingga akhirnya sel nematosit benar-benar terbuka.

Duri racun (barbs) pada ujung nematosit dibentuk untuk memasukkan mangsa ke dalam polip dan menyuntikan cairan racun. Ketika mangsa melunak, tentakel polip memindahkan mangsa ke mulut dan nematosit menggulung kembali ke dalam kapsulnya.

Ragam nematosit dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok Astomocnidae dan Stomocnidae tergantung dari keberadaan tutup di ujung lingkaran benang. Diantara keduanya yang termasuk ujung benang yang tertutup (Astomocnidae) adalah nematosit sebagai desmonem dan spiroteles dimana kemungkinan fungsinya sebagai alat untuk membunuh dan membungkus mangsa. Kelompok Stomocnidae memungkinkan penetrasi nematosit ke dalam tubuh mangsa untuk mengalirkan racun ketika benang membuka. Nematosit dari kelompok ini terlihat lebih jelas dibandingkan kelompok yang lain.

Nematosit yang ditemukan pada jaringan karang Porites adalah dari jenis Microbasic b-mastigophore. Jenis nematosit ini termasuk dalam kelompok Stomocnidae yaitu racun di penetrasikan ke dalam tubuh mangsa ketika benang membuka. Tipe ini merupakan salah satu jenis nematosit yang ditemukan terdapat pada organisme perairan khususnya Kelas Anthozoa. Nematosit ini terdistribusi secara merata pada jaringan lunak karang.

Selain nematosit Microbasic b-mastigophore juga ditemukan adanya kelompok nematosit lain yaitu spirosit. Spirosit dapat dibedakan dengan kelompok lain dengan melihat keberadaan kapsul yang tipis dan berdinding tunggal dengan sifat acidophilic, gulungan benang berbentuk spiral, tidak dilengkapi benang racun dengan diameter lingkaran yang sama.

Sel penyengat yang paling umum ditemukan pada karang adalah spyrocyst, basithrichs dan microbasic mastigophore (Carlgren, 1940). Peruntukan dan fungsi nematosit diantaranya adalah untuk menangkap mangsa, melekatkan mangsa, melekat pada substrat, alat pertahanan dalam melawan organisme lain, tempat berlindung bagi simbion dan membantu proses pencernaan. Nematosit yang terlihat pada beberapa spesies berasosiasi dengan syaraf dan sel-sel glandula (seperti yang terdapat pada mesenteri filamen).

Jumat, 30 Oktober 2009

ANALISIS KEERATAN HUBUNGAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN TANJUNG JUMLAI, KALTIM


Terumbu karang yang tumbuh di Perairan Tanjung Jumlai adalah berupa gusung karang. Luasnya pada saat surut terendah sekitar 15 hektar. Persentase penutupan substrat dasar di area dapat dijelaskan sebagai berikut: kategori patahan karang (R) tertinggi berada di Stasiun 1 dan yang terendah ada di Stasiun 2. Kondisi penutupan substrat kategori kelompok alga (AA) tertinggi di Stasiun 1 dan terendah di Stasiun 4. Penutupan substrat kategori karang keras (HC) berturut-turut adalah Stasiun 2, Stasiun 3, Stasiun 4 dan Stasiun 1. Karang mati (DC) tertinggi pada Stasiun 3 dan Stasiun 4, sementara pada dua stasiun lainnya tetap ditemukan karang mati tetapi sebagian besar telah ditumbuhi oleh alga.

Persentase penutupan terumbu karang tertinggi di Perairan Tanjung Jumlai sekitar 77,4% terdapat pada Stasiun 2 dan penutupan terumbu karang terendah terdapat di Stasiun 1 sekitar 14,8%. Karang keras di Stasiun 1 memiliki persentase penutupan paling rendah karena letaknya berada dekat dengan muara sungai, dimana lingkungannya dipengaruhi oleh kekeruhan yang tinggi serta banyaknya padatan tersuspensi yang terkandung dalam badan airnya. Persentase penutupan karang keras tertinggi terdapat pada Stasiun 2, tiada lain karena didukung oleh kondisi perairan yang lebih jernih dan lebih dalam. Sehingga organisme karang di sini mampu berkembang secara optimal.

Genera karang keras yang teridentifikasi tiga genera (Acropora, Porites dan Fungia) yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan. Selain itu juga terdapat genera lain yang hanya ditemukan pada salah satu stasiun saja(Favia, Coscinaraea, Galaxea, Platygyra, Goniastrea, Montipora, Pocillopora, Styllopora dan Euphyllia). Keberadaan genus-genus tersebut menggambarkan keanekaragaman karang dan perbedaan karakteristik lokasi pada setiap stasiun.

Analisis Koresponden (Correspondence Analysis, CA) digunakan untuk mengetahui asosiasi persen penutupan karang terhadap stasiun pengamatan. Hasilnya menunjukkan adanya asosiasi yang erat antara kategori AA (alga assemblage) dan AB (abiotic) dengan Stasiun 1, sedangkan Stasiun 2 berasosiasi erat dengan kategori HC (hard coral). Kategori DC (death coral) dan SC (soft coral) terlihat berasosiasi erat dengan Stasiun 3, dimana Stasiun 4 berasosiasi dengan kategori DCA (death coral with alga), OT (others) dan R (ruble).

Asosiasi yang erat antara kategori AA (alga assemblage) dan AB (abiotic) dengan Stasiun 1 sangat berhubungan dengan letak lokasi Stasiun 1 yang berhadapan langsung dengan daratan dan merupakan stasiun pengamatan karang yang terdekat dengan daratan. Adanya suplai nutrien dari daratan dan sistem sungai Sesumpu yang bermuara menciptakan suatu proses eutrofikasi sehingga pertumbuhan alga menjadi lebih cepat. Tingkat kekeruhan dan TSS yang cukup tinggi sebagai dampak dari daratan dan sistem sungai yang bermuara juga menjadikan karang di Stasiun 1 menjadi mati karena polipnya tertutup oleh sedimen. Karang mati yang ditemukan sebagian besar telah ditutupi oleh alga. Nilai persen penutupan karang keras di Stasiun 1 hanya 14,8 % atau sekitar 7,40 m dari panjang transek.

Eratnya asosiasi antara kategori HC (hard coral) dengan Stasiun 2, terlihat dari tingginya persen penutupan karang dengan nilai sebesar 77,40 % atau sekitar 38,70 m dari panjang transek. Karang keras yang menutupi substrat dasar di Stasiun 4 meliputi Acropora branching (ACB), Acropora tabulate (ACT), Acropora submassive (ACS), Acropora encrusting (ACE), Coral foliose (CF), Coral massive (CM), Mushrom coral (CMR), Millepora (CME) dan Heliopora (CHL). Kategori lain hanya terdapat Rubble (R) dan Alga Assemblage (AA). Pertumbuhan beberapa koloni karang di Stasiun 2 relatif bagus, kondisi tersebut dapat dilihat dari tumbuhnya koloni karang yang cukup banyak dan merata.

Keeratan hubungan antara kategori DC (death coral) dan SC (soft coral) dengan Stasiun 3 menunjukkan bahwa keberadaan karang yang tumbuh di areatersebut tergolong sedang. Persen penutupan karang keras yang menutupi substrat sekitar 42,40 % atau sekitar 21,20 m dari panjang transek, dengan persen penutupan karang lunak (soft coral)sebesar 15 % dari panjang transek. Letaknya yang langsung menghadap ke arah laut lepas membuat karang di Stasiun 3 lebih mampu bertahan dari pengaruh tekanan lingkungan. Gelombang dan arus berperan dalam pertumbuhan karang, yaitu dengan membawa oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme yang berasosiasi dengan karang dan bahan-bahan organik bagi karang. Hal ini dibuktikan dengan tingginya kandungan oksigen terlarut yang terukur di Stasiun 3 dibandingkan stasiun pengamatan lainnya, dengan nilai rerata oksigen terlarut sebesar 6,90 mg/l dengan tingkat saturasi sebesar 92,00 %. Gelombang dan arus juga dapat membersihkan polip dari kotoran-kotoran yang menempel di tubuh karang. Oleh karena itu karang yang tumbuh di daerah yang mempunyai gelombang dan arus relatif cukup kuat, lebih berkembang baik dibandingkan di daerah yang tenang dan terlindung.
Stasiun 4 yang berasosiasi dengan kategori DCA (death coral with alga), OT (others) dan R (ruble) memiliki persen penutupan karang keras sebesar 39,60 % atau sekitar 19,80 m dari panjang transek. Kategori karang keras yang di temukan di lokasi ini meliputi Acropora branching (ACB), Acropora tabulate (ACT), Acropora submassive (ACS), Acropora digitate (ACD), Coral branching (CB), Coral encrusting (CE),Coral foliose (CF), Coral massive (CM), Mushrom coral (CMR) dan Heliopora (CHL). Secara umum dapat dilihat bahwa karang dan biota yang ada di Stasiun 4 keberadaannya hampir merata. Persentase untuk seluruh biota karang yang hidup sekitar 66,20 %.